Senin, 29 September 2008

Rekonstruksi Habermas atas Pemahaman Tentang Kebenaran

1.2 Posisi Habermas dalam Dunia Filsafat

Jurgen Habermas sering dikenal sebagai pembaru Teori Kritis para pendahulunya, yakni Max Horkheimer dan Theodor W. Adorno. Maka, kita tak bisa melihat posisi Habermas dalam konteks Filsafat terlepas dari Teori Kritis para pendahulunya tersebut. Ia adalah generasi muda yang bergabung dengan Mazhab Frankfurt. Filsafat yang dipraktekkan dalam Mazhab Frankfurt dikenal sebagai Teori Kritis. Teori Kritis ini merupakan salah satu aliran utama Filsafat Abad ke-20, di samping fenomenologi dan Filsafat Analitis.
Teori Kritis sebagai salah satu aliran Filsafat Abad XX, pada awalnya belum berhasil menarik perhatian di kalangan Filsafat Umum. Teori Kritis ini baru betul-betul menjadi bahan diskusi di kalangan Filsafat dan Sosiologi pada tahun 1961 dan tentu Jurgen Habermas memainkan peranan yang besar di dalamnya bahkan tokoh inilah yang membuat Teori Kritis itu membetot perhatian di kalangan filsuf-filsuf konteporer.
Kalau kita ingin menentukan kedudukan Teori Kritis dalam rangka Sejarah Filsafat khususnya dan Filsafat pada umumnya, maka terutama tiga factor harus dikemukakan, yakni Teori Kritis yang secara khusus dipengaruhi oleh Hegel, Marx, dan Freud. Yang dikenal agak umum adalah peranan Filsafat Karl Marx dalam pemikiran para anggota Mazhab Frankfurt termasuk Habermas sampa-sampai ajaran mereka tidak jarang ditunjukkan dengan nama “neomarxisme”. Tetapi oleh pengikut-pengikut Mazhab Frankfurt , Marx dipandang lain daripada yang lazim dibuat pada waktu itu ( Mereka menolak suatu interpretasi terhadap Marxisme yang agak lazim pada waktu itu, yaitu pandangan tentang Marxisme sebagai suatu ajaran matrialisme vulgar. Sehubungan dengan intepretasi Hegelian tentang Marxisme ini, perlu dicatat bahwa pada waktu itu belum dikenal apa yang disebut “karangan – karangan Marx muda” atau dengan nama lain “naskah-naskah dari paris” (The Paris Manuscripts). Karangan-karangan Marx muda barus diterbitkan pada tahun 1932 dan dengan jelas memperlihatkanhubungan antara Marx dan Hegel. Lih. Magnis-Suseno, F., Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta, Kanisius, 1992, hlm.178). Karya Karl Korsch “Marximus and Philosophie” (1923) memainkan peranan penting untuk interpretasi baru Mazhab Frankfurt atas Marx. Antara lain berdasarkan karya Korsch ini, kemudian Mazhab Frankfurt mengerti Marx dalam hubungan erat dengan Filsafat Hegel.Mereka terutama menekankan latar belakang Hegelian dari pemikiran Marx. Dalam hal ini, konsep dialektika sangat dipentingkan. Di samping itu, sudah sejak tahun-tahun pertama berdirinya lembaga penelitian , Horkheimer dan rekan-rekannya menaruh minat akan psikoanalisa Freud, sebab dari psikoanalisa mereka harapkan banyak penyelidikan masalah sosial manusia khususnya dan masalah hidup manusia pada umumnya.
Meskipun Habermas termasuk dalam Mazhab Frankfurt, tidak serta merta ia mengadopsi Teori Kritis para pendahulunya begitu saja. Meskipun Teori Kritisnya masih dalam arah yang sama, itu hanya dalam hal keprihatinan yang sama untuk melanjutkan proyek pencerahan (Aufklarung). Berbeda dari para pendahulunya, Habermas tidak menjalankan proyek pencerahan secara pesimis, tetapi dia tetap optimis dalam menghadapinya. Teori Kritisnya melampaui Teori Kritis para pendahulunya karena ia memberi landasan epistemologis yang baru dalam Teori Kritis. Habermas sendiri melukiskan Teori Teori Kritis sebagai suatu metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara Filsafat dan ilmu pengetahuan (Sosiologi). Dialektika Filsafat dan Sains ini, bagi Habermas adalah suatu konstelasi baru sebagai alternatif baru untuk keluar dari kemelut Filsafat tradisional yang telah berakhir (Habermas,J. The theory of Communicative Action Vol I ,terjemahan Thomas McCarthy, Boston, Beacon Press,1984,hlm.1-2).
Bahkan Teori Kritis sebetulnya mau menyingkapkan kegagalan Filsafat kesadaran.Bahkan dalan bukunya “The Philosopichal Discourse of Modernity”, Habermas mengungkapkan dengan jelas tentang tekadnya untuk mengatasi Filsafat Kesadaran (Filsafat Modern dan ilmu-ilmu sosial yang diturunkannya). Sebagai seorang “post-rasionalis modernitas”, ia menggrogoti landasan Filsafat Modern dan memberi pandangan baru , yakni paradigma rasio komunikatif.Paradigma rasio komunikatif ini tidak hanya mau memperbaharui Teori Kritis Generasi Pertama yang mengalami jalan buntu, tetapi juga mau mengatasi Filsafat Kesadaran atau Filsafat Subyek. Filsafat harus mengarah kepada praksis dan tidak berkutat pada tataran teori belaka (Nagl,L.Habermas and Derrida on Reflexivity dalam Enlightenments: between Critical Theory and Contemporary French Thougt oleh Harry Kunneman and Hent de Vries (eds), Kampen-The Netherlands, Kok Pharos Publising House, 1993,hlm61-65).

Tidak ada komentar: